Tak Bisa Tak
Menjadi Penghalang Berdirinya, Penjor Sederhana
Selasa (31/10), Umat Hindu membuat
penjor saat Penampahan Galungan merupakan suatu kewajiban. Tak terkecuali,
seorang pemuda yang baru saja menamatkan pendidikannya di SMAN di Kota
Semarapura juga sibuk membuat penjor. Ia adalah Yogi. Nama yang sangat sederhana,
sederhana penampilannya. Selama ia menjadi siswa SMA tak pernah membantu
ayahnya membuat penjor. Kali ini ayahnya sedang mengikuti pendidikan di Jakarta
sehingga mau tidak mau ia harus bisa mendirikan penjor di depan rumahnya.
Walaupun pekerjaan ini dilakukan setiap enam bulan sekali, pekerjaan ini tak
pernah dilakukan Yogi. Namun, ia tak patah semangat untuk menyambut Galungan
dengan mendirikan penjor di depan rumahnya. Dia bertanya pada tetangganya cara
merias penjor. Semua peralatan yang berhubungan dengan penjor sudah disiapkan
ibunya. Dengan penuh perjuangan mengerjakan sendiri, penjor sederhana akhirnya
dapat berdiri di depan rumahnya. Kegembiraannya tak mampu dilukiskan dengan
kata-kata. Ia hanya tersenyum kecil memandangi penjor yang baru saja didirikan.
Terbersit kebanggaan dalam dadanya karena sudah bisa menggantikan posisi
ayahnya mendirikan penjor saat penampahan. Penampahan Galungan yang jatuh pada
Selasa Wage Dunggulan warga di lingkungan Banjar Gunung Niang, Semarapura Klod
Kangin, sibuk membuat penjor untuk menyambut hari kemenangan, yaitu hari raya
Galungan. Warga membuat penjor secara bersamaan. Tepat pukul 18.00 semua penjor
sudah berdiri di depan rumah setiap warga di lingkungan Banjar Gunung Niang.
Setiap orang memandangi hasil karyanya dan sesekali bercengkrama dengan
tetangga yang kebetulan selesai mendirikan penjor. Tanpa disadari satu per satu
warga di lingkungan Banjar Gunung Niang sudah meninggalkan penjor yang telah
didirikan. Kini tinggal penjor masing-masing yang berdiri tegak menatap langit
biru seolah ingin menyampaikan kegembiraanya ikut menyambut hari kemenangan.
Lambaian sampian yang berada diujung
penjor seolah menunjukkan kesenangan juga.
Saat
Yogi akan beranjak mandi ke kali, tiba-tiba handphonenya
berdering, kemudian ia melihat handphonenya
yang berisikan “Rahajeng Rahina Galungan lan Kuningan dumogi polih kerahayuan.”
Tiba-tiba ia tersenyum melihat pesan singkat itu karena pengirimnya tidak lain
adalah kekasihnya. Betapa senangnya menerima pesan dari kekasihnya, ia langsung
membalas pesan singkat dari kekasihnya, “Nggih suksma mewali Rahajeng Rahina
Galungan lan Kuningan.”
Yogi
melanjutkan mandi ke kali bersama teman-temnya. Di kali ia bercerita pada
teman-temannya. Ia mengatakan betapa senangnya ia mampu menyelesaikan pekerjaan
yang boleh dikatakan susah karena tak pernah ditekuni. Dengan keterpaksaan
karena ayahnya tak ada di rumah ia harus mengambil pekerjaan itu. Kalau ada
niat dan kemauan serta semangat untuk mengerjakan niscaya akan menghasilkan
sesuatu yang menakjubkan.
“Iya,
Gik, kamu tak pernah membantu ayahmu membuat penjor. Tiba-tiba ayahmu tak ada
di rumah, penjor sudah berdiri tegak di depan rumahmu. Kamu hebat, Gik,” puji
Alit temannya.
“Benar
juga kata Alit, kamu hebat, Gik. Aku salut sama kamu. Tak pernah belajar,
tiba-tiba mengerjakan pekerjaan itu langsung jadi dan hasilnya, wah, luar
biasa,” sanjung Mudra temannya.
“Aku
ingin tahu, gimana prosesnya kok tiba-tiba penjornya udah berdiri,” tantang
Alit
“Oh,
itu. Gampang! Mula-mula aku dibantu ibu mengangkat bambu yang sudah ada di
belakang rumah. Bambu disandarkan dipagar depan rumah. Aku ambil ambu yang
sudah dibelikan ibuku di pasar tadi pagi, lalu kurobek-robek dengan pisau.
Setelah lepas dari lidinya aku goyang-goyang agar mekar, kemudian aku ikatkan
pada bambu dengan bantuan tali tutus. Setelah bagian pinggang bambu dihiasi
dengan ambu, giliran bagian cabang
bambu diberikan sarana persembahyangan, seperti jajan gina, pisang, tebu, dan sarana berupa hasil pertanian, seperti ubi,
jagung, padi. Bagian batang yang menjulur ke atas dihiasi dengan gublag-gablig, yaitu daun ambu dibuat melengkung, kemudian
dijarit. Panjangnya bergantung selera. Tak lupa kain putih dan kuning diikatkan
pada tengah. Ujung bambu diikatkan sampian
penjor, jadilah, penjor sederhana ala Yogi,” jelas Yogi panjang lebar.
“Hore,
kamu memang hebar! Aku ingin ada Yogi 1 dan Yogi 2 pada hari Penampahan enam
bulan yang akan datang. Tanpa belajar, didasari rasa tulus dan ikhlas menyambut
kemenangan darma melawan adarma sebuah penjor sederhana akirnya bisa berdiri di
depan rumahnya di Jalan Werkudara 39 Semarapura Klodkangin,” sambut Mudra
dengan penuh suka cita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar