PEMENTASAN
BARONG SOMI SEBAGAI PENDUKUNG CITYTOUR DI KOTA SEMARAPURA
- Menganal City Tour
Tidak banyak ahli pariwisata yang mengungkapkan
definisi dari city tour atau pariwisata perkotaan. Adriani (2011) mengutip
pendapat Klingner dan Inskeep untuk mendefinisikan city tour atau pariwisata
perkotaan ini. Klingner mendefinisikan pariwisata perkotaan secara sederhana
sebagai sekumpulan sumber daya atau kegiatan wisata yang berlokasi di kota dan
menawarkannya kepada pengunjung dari tempat lain. Sedangkan Inskeep menekankan
pada peran pariwisata dalam perkotaan sebagai bentuk wisata yang sangat umum
terjadi di kota-kota besar dimana pariwisata mungkin penting tapi bukan
aktivitas utama daerah perkotaan.
Mengacu pada definisi yang telah dikemukakan di
atas, secara lebih luas city tour
dapat didefinisikan sebagai bentuk umum dari pariwisata yang memanfaatkan
unsur-unsur perkotaan (bukan pertanian) dan segala hal yang terkait dengan
aspek kehidupan kota (pusat pelayanan dan kegiatan ekonomi) sebagai daya tarik
wisata. City tour tidak selalu berada
di wilayah kota atau pusat kota, namun dapat berkembang di wilayah pesisir,
misalnya dengan mengembangkan hal-hal yang terkait perkotaan sebagai daya tarik
wisatanya.
Selanjutnya Adriani (2011) juga mengutip berbagai
tipologi city tour yang dikemukakan
oleh Page sebagai berikut:
1. Ibu kota (Paris, London, New York, Jakarta, Bandung)
dan kota budaya (Roma, Yogyakarta).
2. Pusat metropolitan (Jakarta), kota sejarah
(Rengasdengklok), dan kota-kota pertahanan.
3. Kota-kota sejarah yang besar (Oxford, Chambridge,
Venice, Jakarta).
4. Daerah dalam kota (Manchester).
5. Daerah waterfront
yang direvitalisasi (London Dockland, Taman Impian Jaya Ancol).
6. Kota-kota industri (Bradford, Bekasi, Karawang).
7. Resor tepi laut (Pangandaran) dan resor olahraga
musim dingin (Lillehamer).
8. Kawasan wisata hiburan (Disneyland, Las Vegas, Taman
Impian Jaya Ancol).
9. Pusat pelayanan wisata khusus (destinasi ziarah, spa
: Lourdes, Cirebon, Demak).
10. Kota seni/budaya (Florence, kota-kota di Bali,
Bandung).
Dari berbagai tipologi
di atas, city tour kota Semarapura
tergolong kota seni atau budaya. Sebagai kota seni atau budaya, program city tour ini sarat dengan upaya
konservasi aset budaya, tangible
maupun intangible. Pada konsep kota
budaya ini, wisatawan memiliki kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan
masyarakat budaya di kota.
- Mengenal Tari Barong
Tari Barong adalah tarian khas Bali yang
berasal dari khazanah kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan
pertarungan antara kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan
dilakonkan oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat,
sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda, yaitu sosok yang menyeramkan
dengan dua taring runcing di mulutnya (Anjasuari, 2017). Keistimewaan Tari
Barong terletak pada unsur-unsur komedi dan unsur-unsur mitologis yang
membentuk seni pertunjukan. Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di
tengah-tengah pertunjukan untuk memancing tawa penonton. Tari Barong Bali ini
juga memiliki makna spiritual di dalamnya.
Asal usul tari Barong masih belum
diketahui secara pasti, namun ada beberapa versi sejarah yang menceritakan
tentang sejarah tentang awal terbentuknya Tari Barong ini. Pertama dari
mitologi Hindu yang menjelaskan bahwa barong diambil dari kata Bahruang dalam
bahasa Sanserketa merupakan binatang yang dianggap memiliki kekuatan gaib dan
sering disebut sebagai pelindung kebaikan. Ada juga yang menyebutkan, Tari Barong
awalnya merupakan perwujudan dari penguasa alam gaib yang ada di Bali. Pada saat
itu masyarakat Bali menggunakan Tari Barong ini untuk mengusir gangguan makhluk
gaib yang ada disana. Walaupun banyak versi yang menyebutkan tentang sejarah
Tari Barong ini, masyarakat Bali masih mempercayai bahwa Tari Barong merupakan
warisan nenek moyang yang dianggap sakral dan memiliki nilai-nilai spiritual di
dalamnya.
Unsur mitologis inilah yang membuat
Barong disakralkan oleh masyarakat Bali. Selain itu, Tari Barong juga
seringkali diselingi dengan Tari Keris (Keris Dance), dimana para penarinya
menusukkan keris ke tubuh masing-masing layaknya pertunjukan debus. Ada beberapa
jenis barong di Bali yaitu barong keket atau barong ket, barong landung, barong
macan, barong bangkal, barong brutuk, dan barong kedingling, barong asu, dan
barong gajah. Setiap jenis barong tersebut tentunya memiliki cerita dan cara
menari yang berbeda-beda. Namun yang paling sering ditampilkan untuk para
wisatawan disana adalah barong ket, karena memiliki kostum dan tarian yang
lengkap. Dalam tari barong ket ini, tariannya dikemas dalam sebuah drama atau
cerita tradisional yang menceritakan tentang pertarungan abadi antara kebaikan
dan kejahatan. Pertunjukan tari barong ini ket ini biasanya ditampilkan dengan
selingan unsur humor yang dapat membuat penonton terhibur. Dengan gamelan khas
Bali yang membuat pertunjukan semakin meriah dan lebih hidup.
Pertunjukan
Tari Barong yang sakral biasanya bertujuan untuk menetralisir kekuatan negatif
yang ada di sekitar lingkungan masyarakat sehingga masyarakat dapat merasakan
ketentraman dan kenyamanan di dalam kehidupannya. Dalam hal ini menjaga
hubungan harmoni antara budaya Bali dengan agama Hindu, dengan tidak
menggunakan Barong asli dalam pertunjukan yang dipertontonkan untuk wisatawan
melainkan menggunakan Barong duplikat (profan
dan tidak asli) yang khusus dibuat untuk seni tari pariwisata, di samping
adanya pengurangan ritus-ritus semestinya yang ada di Tari Barong yang
disakralkan, dan komunikasi verbal dalam pertunjukan diminimalkan, kemudian
diganti dengan komunikasi nonverbal (Pitana, 2006).
Sumber :
Adriani. 2011.
Pariwisata Perkotaan : Teori dan Konsep. Tersedia dalam http://tentangpariwisata.blogspot.co.id/2011/01/pariwisata-perkotaan-teori-dan-konsep.html.
Anjasuari. 2017.
Pertunjukan Tari Barong Sebagai Atraksi Wisata di Desa Pakraman Kedewataan kec
amatan Ubud Kabupaten Gianyar. Jurnal Penelitian Agama Hindu Vol 1 No 1 tahun
2017.
Pitana. 2006. Industri Budaya dalam Pariwisata:
Reproduksi, Presentasi, Konsumsi dan Konsentrasi, dalam Bali Bangkit Bali
Kembali. Denpasar: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia
dan Universitas Udayana.
Lampiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar